Indonesia adalah negara khatulistiwa yang didalamnya tumbuh subur berbagai macam jenis tumbuhan yang menghiasi hutan didalamnya, kesuburan tersebut sama suburnya dengan munculnya partai-partai politik, baik itu yang berasaskan nasionalis, ataupun agamis nan religius. Benarkah banyaknya partai politik adalah bukti shahih dan standar sehingga suatu bangsa bisa dikatakan demokratis, demokratis yang dimaksud dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Amerika serikat saja sebagai negara yang disebut-sebut paling tinggi menjunjung demokrasi hanya memiliki 3 partai dalam sejarah pemerintahannya. Sedangkan Indonesia sendiri memiliki 44 partai padahal dari jumlah penduduk dari Amerika Serikat kita kalah, Belum lagi ada partai tambahan khusus yang diberlakukan di Aceh. Adanya 44 partai politik bukti kebebasan Indonesia yang tersalurkan atau malah sebaliknya, kebeblasan?.Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk ke-5 terpadat di dunia, atas konsekuensi tersebut Indonesia haruslah memiliki SDM yang juga berkualitas, agar bisa mengurus wilayah ini yang tak kalah luasnya, karena dengan SDM yang bermutu maka akan banyak aspek yang bisa digali potensinya guna kepentingan bangsa. Bicara soal demokrasi, pada tanggal 9 Juni nanti akan diadakan pesta demokrasi untuk memilih pemimpin yang akan menahkodai bangsa Indonesia ini setidaknya lima tahun kedepan (periode 2009-2014). Ketegangan terasa semenjak pemilihan umum kemarin dari kalangan istana negara sampai di pojokan kaki lima ribut mengira-ngira siapa yang akan menjadi orang yang paling berpengaruh di bumi pertiwi. Sejak itulah beberapa nama muncul ke permukaan untuk mengisi kursi kepresidenan masa bakti 2009-2014.
Pasangan presiden dan wakilnya periode saat Ini (SBY dan JK) memutuskan untuk bercerai dan mencari suasana baru dengan menggandeng cawapres baru yang dianggap layak. Siapapun kelak pemimpinnya, haruslah bisa mewakili suara umat muslim yang berjumlah lebih dari 90 % penduduk Indonesia. Dari hasil riset, SBY dan Hidayat Nur Wahid (HNW) adalah calon pasangan yang paling diharapkan. SBY sendiri telah mengantongi 19 nama calon wakil presiden, calon presiden dari partai Demokrat tersebut mengklaim kebanjiran usulan nama calon wakil presiden. Jumlah nama calon yang sudah ia kantongi mencapai 19 orang. Dan dari kesembilan belas nama tersebut sudah mengerucut menjadi 3 nama, yaitu, Hidayat Nurwahid, Hatta Rajasa, dan Boediono.
SBY mengatakan nama-nama calon itu orang-orang baik. Itu memudahkan dirinya untuk memilih dari yang baik menjadi yang paling tepat untuk menjadi pasangan dalam pemilu Juni nanti. Sebelumnya ia mengadakan sebuah “sayembara” untuk wakil presiden, ia telah menyebutkan lima kriteria yang pantas untuk menjadi cawapres yang sudah ditetapkan sebelumnya. Yaitu integritas, kapasitas dan kapabilitas, loyalitas, akseptabilitas dan dukungan bagi koalisi. Ia membiarkan proses penyaringan nama calon wakil itu mengalir seperti apa adanya. Namun pada akhirnya misteri ini terpecahkan dengan dipilihnya seorang Boediono. Tokoh Profesional non partai yang independen. Siapakah Boediono ? saya yakin tidak semua anak negeri ini tahu siapa Boediono, mereka akan lebih kenal artis ketimbang sosok yang satu ini. Sosoknya memang kurang familiar dikalangan masyarakat.
Gelombang protes terus mengalir deras, Aksi protes dan demo bukan saja datang dari kalangan Mahasiswa, gelombang yang sama juga datang dari hampir seluruh lapisan masyarakat, banyak factor yang membuat ketidakyakinan public, salah satunya adalah isu yang mengatakannya sebagai neo-liberalis, dan ada lagi yang beranggapan adanya unsur ras yang sangat kental kali ini, ras yang dimaksudkan adalah jawa sentries ala Blitar dan Pacitan maka pantaslah aroma jawa timur sangat kental. Belum lagi keinginan umat islam akan sosok pemimpin negeri yang bernuansa agamis, sebagaimana diketahui SBY sudah merupakan tokoh yang memiliki latar belakang nasionalis, maka diperlukan pendamping yang agak hijau dan agamis.
Neo-liberalis dituding sebagai antek investor asing yang akan berakibat pada runtuhnya perekonomian nasional malahan Indonesia akan menjadi ladang subur untuk tumbuh pesatnya investor asing. Di beberapa daerah terdapat spanduk yang kayaknya benar-benar mewakili sebagian besar aspirasi rakyat yang benar-benar kurang setuju dengan penunjukan Boediono sebagai cawapres, spanduk itu berbunyi: Bodiono NO, Budi Anduk YES. Karena kemiripan dalam pelafalan itulah sehingga tidak heran kalau ia diplesetkan dengan Budi Anduk
Sedikit pendiskripsian tentang Boediono, Pendamping SBY untuk melaju Pilpres 2009 yakni Dr. Boediono, Doktor Ekonomi dan juga Gubernur Bank Indonesia saat ini melambangkan sosok yang tidak terkesan ‘berlawanan arus dengan Amerika Cs”. Benar bahwa Boediono adalah seorang ekonom kapitalis yang handal. Jika saja SBY memilih tokoh Islam yang terkesan “berani”, maka ini menjadi suatu pilihan yang tidak menyenangkan bagi “hegemoni” Barat di Indonesia dan dunia. Dan bisa jadi, pemilihan Boediono merupakan titipan dari Paman Sam [karena kita tahu bahwa selama ini Uncle Sam selalu memiliki kepentingan dalam pemilu] kepada SBY untuk mengakomodasi kepentingan asing agar kekhawatiran Barat akan munculnya “Taliban” baru tidak terjadi. Jadi, Boediono adalah seorang kapitalis + bukan terlalu “hijau”.
SBY banyak belajar dari pemerintahan sebelumnya saat ia bersama JK seakan ada dua kekuatan yang menguasai negeri ini dan hal itu yang tidak diinginkannya lagi terjadi pada pemerintahan yang akan datang. Maka tak heran dalam pemilihan Presiden kali akan terjadi persaingan yang sangat ketat untuk menjadi orang nomor satu untuk edisi yang ketujuh.
Kalau sekarang para pemimpin berebut untuk menjadi pemimpin, kalau kita mengaca dari sejarah Islam terdahulu, masih ingatkah kita tentang riwayat seorang Umar bin Abdul Aziz, tatkala dulu ia diangkat sebagai khalifah, ia tak kuasa menahan tangis dan mengatakan إنا لله وإنا إليه راجعون , paling tidak itulah gambaran kurang lebih betapa amanat itu sangat berat karena ia hanyalah titipan Allah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah.
Sementara itu pasangan JK-Win tancap gas lebih dulu, sadar akan pesaingnya yang kuat mereka start lebih dulu guna mencari simpati dan menjaring suara sekaligus pengaruh yang banyak, mereka mendatangi banyak organanisasi masyarakat sampai berkunjung ke pasar, bukankah start lebih awal akan lebih berpeluang finish lebih dulu. Dengan slogan “lebih cepat lebih baik”. Lain lagi dengan si nyonya besar, Megawati menggaet Prabowo Soebianto, pentolan partai GERINDRA ini mengaku mendapat kehormatan untuk dapat mendampingi Megawati sebagai cawapres.
Lama-lama perebutan ini terasa sangat menjijikkan bagai anjing berebut tulang , memang pemimpin harus ada tapi kalau sampai jumlah kandidat untuk dipilih terasa berlebihan maka akan terkesan saling bernafsu memburu jabatan. Pantaskah seorang pamimpin perempuan memimpin bangsa yang didalamnya banyak lelaki yang lebih pantas darinya. Kita hanya mencoba menjalankan sunah rasul bukan membatasi gerakan wanita apalagi kalau sampai merenggut kebebasan kaum hawa.
Beberapa alasan yang membuat SBY memilih Boediono adalah:
• Presiden haruslah berkuasa dan wakil presiden lebih bersifat pembantu yang membantu kinerja presiden dan mewakilinya disaat yang dibutuhkan, harus ada kesamaan visi- dan misi.
• SBY ingin cawapresnya “patuh” dan tidak dominan secara politik. Boediono merupakan sosok profesional yang fokus pada pekerjaannya dan tidak “bergairah” dengan perpolitikan. Jangan sampai “ada 2 nakhoda dalam 1 kabinet”, dan Boediono yang pasti bukan orang yang akan/berambisi menjadi “nakhoda”, namun sebatas co-pilot.
• SBY membutuhkan cawapres yang ahli dalam bidang ekonomi. Selama ini kebijakan ekonomi kabinet Indonesia Bersatu lebih didominasi Wapres Jusuf Kalla bersama tim Ekonomi Kabinet.
• SBY tidak menginginkan wakilnya adalah sosok yang memiliki pengaruh ketokohan dan politik yang besar atau berpotensi membesar. SBY sudah merasakan bagaimana Wapres saat ini memiliki pengaruh politik dan ketokohan yang dalam beberapa sisi cukup mendominasi daripada SBY. Disisi lain, mungkin SBY tidak ingin mendengar pernyataan masyarakat bahwa Cawapresnya adalah “The Real President“
• SBY memilih Boediono merupakan langkah strategis SBY untuk menjaga kepentingan Partai Demokrat di masa mendatang yakni periode 2014.
Oleh karena itu, sangatlah wajar jika PKS, PAN, PPP (partai koalisi yang mendukung SBY) agak kecewa. Dan dengan kondisi carut-marut kekuasaan ini, maka sangatlah wajar jika Golput menjadi pemenang dengan Angka mencapai 50-66,7 juta penduduk pada Pileg 2009 silam. Belajar pada sejarah-sejarah yang telah mengajari kita bagaimana orde baru membangun pondasi bangsa ini dengan kekuatan ekonomi, yang pada akhirnya, kita menemukan potret masyarakat kita yang -bisa dibilang- sangat konsumtif. Gemar belanja. Gemar makan. Gemar makan hak orang.
Muka-muka lama tampil kembali dan masih mendominasi (diatas tulisan ini taruh poto pilihan>>>………..
Kalau pada pemilihan presiden dan wakil presiden kali tidak ditemukan calon dari partai yang benar-benar islam, ketika pemilihan presiden dan wakilnya pada periode selanjutnya harus ada karena bisa mengakomodasi aspirasi umat islam, ingat kita masih punya, Sutrisno Bahir, Tifatul Sembiring, Suryadharma Ali, Hidayat Nur Wahid, Dien Syamsuddin, Hazim Muzadi diharapkan dan diharapakan akan terus bermunculan tokoh-tokoh muda islami yang tahau kepentigan dan kebutuhan umat islam Indonesia di masa yang akan datang.
Siapapun yang akan menjadi pemimpim kelak harus diberikan kesempatan untuk berbuat yang terbaik bagi Indonesia, jangan terlalu skeptis akan kemampuan dan masa lalu yang kelam mereka. Yang terpilih harus didukung dan menjalankan amanat tersebut dengan baik, maka tak ada lagi kata-kata bernada negative bagi para kandidat, satu suara untuk Indonesia akan merubah masa depan bangsa kearah Negara yang lebih bermartabat.
Para calon wakil rakyat itu saling bersaing, mulai dari dana sampai tagline, pasangan JK-Win dengan (lebih cepat lebih baik), Mega-Prabowo (Mega Pro Rakyat), sedangkan di kelompok SBY Berboedi ada gerakan GPS (Gerakan Pro SBY) menarik untuk dinanti kelanjutannya. Wallahu ‘alam bishawab. [A3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar